16 research outputs found

    HUBUNGAN ANTARA HIPERTENSI DAN HIPERTROFI VENTRIKEL KIRI PADA PASIEN LANSIA DENGAN ATRIAL FIBRILASI

    Get PDF
    Latar belakang:Atrial fibrilasi (AF) didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal dengan aktivitas listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan. Atrial fibrilasi dapat disebabkan oleh kelainan struktur jantung. Salah satu penyebab kelainan struktur jantung adalah hipertensi lama.Hipertensi yang berkepanjangan dan tidak terkendali dapat mengubah struktur miokard, pembuluh darah dan sistem konduksi jantung. Perubahan-perubahan ini dapat mengakibatkan kelainan, salah satunya hipertrofi ventrikel kiri. Tujuan: Mengetahui hubungan antara hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien lansia dengan atrial fibrilasi. Metode: Data rekam medis yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi yaitu pasien lansia dengan atrial fibrilasi yang menderita hipertensi dan atau hipertrofi ventrikel kiri.Data disajikan secara deskriptif kemudian dianalisis dengan metode Chi Square atau uji FisherExactbila syarat metode Chi Square tidak terpenuhi untuk mengetahui hubungan antara hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri. Hasil:Dari data yang didapatkan pada 105 sampel pada pasien lansia (> 60 tahun) dengan atrial fibrilasi di RSUP Dr. Kariadi Semarang periode 2013 tercatat 67 (63,80%) pasien menderita hipertensi, 36 (34,28%) pasien menderita hipertrofi ventrikel kiri, dan 2 (1,90%) pasien menderita hipertensi dan atau hipertrofi ventrikel kiri. Selanjutnya tidak didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiripada pasien lansia dengan atrial fibrilasi (p=0,204). Kesimpulan:Pada penelitian ini didapatkan adanya hubungan yang tidak bermakna antara hipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri pada pasien lansia dengan atrial fibrilasidan didapatkan prosentase pada lansia dengan atrial fibrilasi yang menderita hipertensi lebih tinggi dari padahipertrofi ventrikel kiri. Kata kunci:Hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, atrial fibrilasi pada lansia

    GAMBARAN PERESEPAN DIGOKSIN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG YANG BEROBAT JALAN DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG

    Get PDF
    Latar Belakang : Gagal jantung adalah sindroma klinis yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Prevalensi gagal jantung semakin meningkat dan menimbulkan penurunan kualitas hidup. Dalam pengobatan gagal jantung telah disusun pedoman terapi medikamentosa sebagai petunjuk dan rekomendasi dokter dalam memberikan terapi. Ada berbagai golongan obat yang digunakan dalam pengobatan gagal jantung, salah satunya adalah digoksin. Saat ini telah diketahui bahwa tidak semua pasien gagal jantung perlu diberikan digoksin. Tujuan : Mengetahui apakah indikasi pemberian digoksin kepada pasien gagal jantung yang berobat jalan di RSUP dr. kariadi Semarang sudah sesuai dengan pedoman pengobatan gagal jantung yang digunakan secara internasional. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data penelitian berupa rekam medik pasien gagal jantung rawat jalan yang mendapat terapi digoksin di RSUP dr. Kariadi Semarang pada bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2011 serta dilengkapi oleh data EKG dan ekokardiografi. Data dikumpulkan dengan metode total sampling. Pada penelitian ini indikasi pemberian digoksin mengikuti pedoman tata laksana gagal jantung yang diterbitkan oleh European Society of Cardiology (ESC) dan American Heart Association (AHA), yaitu pasien gagal jantung dengan AF atau pasien dengan irama sinus tetapi dengan Left ventricle ejection fraction (LVEF) ā‰¤ 40%. Hasil : terdapat 121 pasien yang menerima terapi digoksin, 74 pasien (61,2%) menerima terapi digoksin sesuai dengan indikasi. Alasan pemberian terapi digoksin adalah atrial fibrilasi (n=18, 14.9%), LVEF ā‰¤ 40% (n=21, 17.4%), atau keduanya (n=35, 28.9%). Sebanyak 47 pasien (38,8%) mendapatkan terapi digoksin tanpa indikasi. Kesimpulan : Terdapat 61,2% pasien yang menerima terapi digoksin sesuai dengan indikasi dan 38,8% pasien tidak sesuai indikasi. Kata Kunci: gagal jantung, rawat jalan, atrial fibrilasi, Left ventricle ejection fraction ā‰¤40%, digoksin

    PERBANDINGAN KETEBALAN INTIMA MEDIA ARTERI KAROTIS ANTARA PASIEN HIPERTENSI DENGAN DIABETES MELLITUS DAN TANPA DIABETES MELLITUS

    No full text
    Background: WHO in 2014 showed that 22% of adults had hypertension and each year 9.4 million people died due to complications of hypertension. Hypertension is a risk factor for atherosclerosis. Diabetes mellitus often occurs along with hypertension. Individuals with diabetes have an increased risk of atherosclerotic disease 2-4 times higher than individuals without diabetes. Carotid intima-media thickness (CIMT) through the carotid vascular ultrasound can assess the subclinical atherosclerosis. Objective: Comparing mean CIMT among hypertensive patients with and without diabetes. Method: This is an observational study with cross sectional design using consecutive sampling method. Group I consisted of 16 hypertensive subjects without diabetes and group II consisted of 16 hypertensive subjects with diabetes. The mean CIMT values were analyzed based on the age, gender, dyslipidemia status, obesity status, level of physical activity, smoking history, and diabetes status. Statistical analysis was done by Mann Whitney test and Kruskal Wallis test. Results: The mean CIMT in hypertension without diabetes was 0.75Ā±0.32 mm, while on hypertension with diabetes was 0.95Ā±0.43 mm. There were 11 subjects with abnormal CIMT (> 0.9 mm). Mann Whitney test showed difference in mean CIMT by diabetes status was not significant. 68.8% of the subjects had dyslipidemia. There was significant difference between the mean CIMT based on dyslipidemia status. The place of this research was secondary healthcare, thus some subjects had manifestations of atherosclerotic disease. Conclusion: Difference in mean CIMT by diabetes status in hypertensive patients was not significant. Keywords: hypertension, diabetes mellitus, atherosclerosis, CIM

    HUBUNGAN LAMA MENDERITA HIPERTIROIDISME SECARA KLINIS DENGAN KELAINAN FUNGSI VENTRIKEL KIRI JANTUNG

    Get PDF
    Latar belakang: Disfungsi tiroid sudah umum ditemukan, prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Kelainan berupa hipertiroidisme di karakteristikkan dengan meningkatnya denyut nadi istirahat, volume darah, stroke volume, kontraktilitas miokard, fraksi ejeksi dan perubahan pada struktur ventrikel kiri jantung. Pada pasien dengan hipertiroidisme juga didapatkan kelemahan pada fungsi diastolik ventrikel kiri. Dalam jangka pendek, hipertiroidisme dihubungkan dengan peningkatan fungsi kontraktilitas ventrikel kiri. Hipertiroidisme yang terus menerus bisa menyebabkan meningkatnya risiko aritmia, remodeling dari miokardium, cardiac impairment yang dikarakteristikkan dengan cardiac output rendah, dan dilatasi dari ruangan jantung. Tujuan: Mengetahui hubungan antara lama menderita hipertiroidisme secara klinis dengan kelainain fungsi dari ventrikel kiri jantung, dan disfungsi ventrikel kiri apa yang lebih awal muncul. Metode: Penelitian ini menggunakan metode cross sectional. Subjek penelitian adalah pasien hipertiroidisme yang telah menjalani pemeriksaan ekokardiografi di RSUP dr Kariadi Semarang. Dilakukan wawancara mengguanakan kuesioner kepada subjek untuk mengetahui lama menderita hipertiroidisme. Hasil: Didapatkan 21 subjek dengan jumlah laki ā€“ laki 8 dan perempuan 12 dengan rerata lama menderita hipertiroidisme 18Ā±3 bulan. Hasil ekokardiografi menunjukkan hanya 6 subjek mengalami disfungsi sistolik, 11 subjek mengalami kelianan fungsi diastolik yang tidak dapat dinilai, 5 subjek mengalami disfungsi diastolik grade 1, dan 5 subjek mengalami disfungsi diastolik grade 2. Lama menderita hipertiroidisme secara klinis tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan disfungsi sistolik (p>0,05) dan kelainan disfungsi diastolik (p>0,05). Kesimpulan: Tidak ada hubungan antara lama menderita hipertiroidisme dengan kelainan fungsi ventrikel kiri jantung. Disfungsi diastolik muncul lebih awal dari disfungsi sistolik. Kata Kunci: Hipertiroidisme, Fungsi Ventrikel Kir

    Gambaran Peresepan Digoksin Pada Pasien Gagal Jantung Yang Dirawat Jalan Di RSUP Dr. Kariadi Semarang

    Full text link
    ABSTRACKBackground Heart failure is a clinical syndrome caused by abnormalitiesof cardiac structure or function. The prevalence of heart failure is increasing andcaused loss of quality of life. Heart failure treatment guidelines has beenprepared to guide medical treatment and doctors in providing treatmentrecommendations. There are various classes of drugs used in the treatment ofheart failure, one of which is digoxin. Nowadays it has been discovered that notall heart failure patients should be given digoxin.Aim To know wether the prescripction of digoxin in heart failure outpatientof dr. Kariadi Semarang Central Hospital is in conformity with the guidelines forthe treatment of heart failure that used Internationally.Methods This was a descriptive study. Research data were the medicalrecords of outpatient heart failure patients who received digoxin therapy in dr.Kariadi Semarang Central Hospital in January 2011 to December 2011 andcomplemented by the data of ECG and echocardiography. Data were collectedwith a total sampling method. In this study, the administration of digoxin followedheart failure guidelines issued by the European Society of Cardiology (ESC) andAmerican Heart Association (AHA), the heart failure patients with atrialfibrillation (AF) or patients with sinus rhythm but with left ventricle ejectionfraction (LVEF) ā‰¤ 40%. Digoxin was indicated for heart failure patients with AFor patients with sinus rhythm but with the left ventricular ejection fraction (LVEF)ā‰¤ 40%Results There were 121 patients who received digoxin therapy, 74 patients(61,2%) received digoxin therapy with proper indications. The reason forprescribing digoxin were atrial fibrillation (n = 18, 14.9%), LVEF ā‰¤40% (n = 21,17.4%), or both (n = 35, 28.9%). Forty six patients (38.0%) received digoxintherapy,without proper indications.Conclusion There were 61,2% patients who received digoxin therapy withapropriate indication and 38,8% patients with inappropriate indications

    POLA DISLIPIDEMIA DAN HUBUNGANNYA DENGAN JENIS KELAMIN PADA PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG

    Get PDF
    Latar belakang : Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyebab kematian pertama untuk usia diatas 40 tahun menurut SKRT 1992, dan menjadi penyebab kematian 7,2 juta orang (WHO, 2002). Dislipidemia dituding sebagai faktor resiko mayor terjadinya PJK menurut WHO-community study of the elderly di Jawa Tengah tahun 1990. Penelitian Kasliwal RR di India pada pasien PJK didapatkan prevalensi dislipidemia sebesar 85,6%. Hasil uji beda pada rerata kadar kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida antara laki-laki dan perempuan berturut-turut adalah p<0,001, p=0,035, p<0,001, dan p=0,015. Belum ada penelitian mengenai pola dislipidemia dan hubungannya dengan jenis kelamin pada penderita PJK di RSUP Dr.Kariadi Semarang. Tujuan : Mengetahui dan melengkapi data mengenai pola dislipidemia dan hubungannya dengan jenis kelamin pada penderita penyakit jantung koroner di RSUP Dr.Kariadi Semarang. Metode : Penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Menggunakancatatan medis pasien yang baru terdiagnosis PJK atau yang telah terdiagnosis sebelumnya dan memiliki hasil laboratorium lengkap saat terdiagnosis PJK. Sampel dengan usia diatas 30 tahun, diambil secara consecutive sampling pada periode Januari 2012 hingga Februari 2013. Uji beda rerata masing-masing profil lipid antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dilakukan dengan uji t-test tidak berpasangan. Hasil : Pola dislipidemia pada PJK dengan persentase tertinggi untuk masing-masing kategori profil lipid adalah kolesterol total normal (53,95%), kolesterol LDL mendekati optimal (30,26%), kolesterol HDL rendah (67,11%), dan trigliserida optimal (53,95%). Nilai uji beda antara dua jenis kelamin dengan rerata kadar kolesterol total, kol-LDL, kol-HDL, dan trigliserida berturut-turut yakni p=0,134, p=0,277, p=0,275, dan p=0,350. Kesimpulan : Persentase terbesar masing-masing profil lipid yaitu kolesterol total normal, kol-LDL mendekati optimal, kol-HDL rendah, dan trigliserida optimal. Didapatkan perbedaan tetapi tidak bermakna pada rerata kadar seluruh profil lipid antara kedua jenis kelamin. Kata kunci : dislipidemia, PJK, jenis kelamin, kolesterol total, kol-LDL, kol-HDL, trigliserid

    PERBANDINGAN KUALITAS HIDUP PASIEN PASCA PENATALAKSANAAN STENOSIS MITRAL DENGAN METODE PERCUTANEOUS BALLOON VALVOTOMY DAN METODE MITRAL VALVE REPLACEMENT

    Get PDF
    Latar Belakang Metode yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan stenosis mitral adalah percutaneous balloon valvotomy dan MVR. Kedua metode tersebut dapat meningkatkan kualitas hidup. Namun, perbandingan kualitas hidup pasca penatalaksanaan dengan kedua metode masih belum banyak diketahui. Tujuan Membandingkan kualitas hidup pasien pasca penatalaksanaan stenosis mitral dengan metode percutaneous balloon valvotomy dan MVR. Metode Penelitian deskriptif analitik dengan desain belah lintang. Sebanyak 14 orang pasca percutaneous balloon valvotomy dan 16 orang pasca MVR. Kuesioner SF-36 digunakan untuk mengukur kualitas hidup dan kuesioner KCCQ-12 digunakan untuk mengetahui NYHA. Uji statistik menggunakan Uji T-tidak berpasangan dan uji Mann Whitney. Hasil Pada kelompok percutaneous balloon valvotomy terdapat 5 orang dengan NYHA I, 6 orang dengan NYHA II dan 3 orang dengan NYHA III. Pada kelompok MVR terdapat 8 orang dengan NYHA I, 7 orang dengan NYHA II dan 1 orang dengan NYHA III. Baik pada kelompok percutaneous balloon valvotomy maupun MVR tidak terdapat pasien dengan NYHA IV. Tidak terdapat perbedaan kualitas hidup antara kedua kelompok (70,6049 Ā± 18,07602 dibanding 78,6099 Ā± 13,28219, p=0,174), kecuali pada domain keterbatasan akibat masalah emosional (p=0,041). Kesimpulan Tidak terdapat perbedaan kualitas hidup secara keseluruhan antara pasien pasca penatalaksanaan stenosis mitral dengan metode percutaneous balloon valvotomy dan MVR. Kata kunci: Kualitas hidup, percutaneous balloon valvotomy, MV

    Correlation between Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) fibrosis score (NFS) with Left Ventricular Mass Index (LVMI) in patients with NAFLD

    Get PDF
    Background: Cardiovascular-related mortality is a major concern in NAFLD. Advanced fibrosis was known to be associated with cardiovascular diseases. NAFLD Fibrosis Score (NFS) is used to identify the development of liver fibrosis in NAFLD patients. Left ventricular mass index (LVMI) is a sign of subclinical cardiovascular complications in NAFLD. The correlation between NAFLD fibrosis score with LVMI in NAFLD patients is not fully established.Objective: To analyze the correlation between NAFLD fibrosis score with LVMIĀ  in NAFLD patients.Methods: A cross-sectional study of NAFLD patients in Kariadi Hospital Indonesia. NFS was done using a formula based on clinical and biochemical parameters. LVMI was measured with echocardiography. Pearsonā€™s, Mann-Whitney, and logistic regression were used for analysis.Results: A total of 64 patients with primary NAFLD were enrolled, 54.7% males and 45.3% females. Mean age was 52,8 Ā± 10,5 years (30-77 years). Based on NFS criteria, high probability group was the highest (50%), followed by intermediate probability group (34,4%) and low probability group (15,6%). Highest increase in LVMI was obtained in the high probability group (93,8%), followed by intermediate probability (59,1%), and low probability group (10%) respectively. There was significant correlation between NFS and LVMI (P 0,002). Logistic regression showed that NFS has a more significant correlation with LVMI compared to gender (P=0,002).Conclusion: NFS is a nonā€invasive liver fibrosis scores which independently corelated with Left ventricular mass index (LVMI), a marker of cardiovascular abnormality

    KORELASI ANTARA KADAR TNF-Ī± PLASMA DENGAN NILAI KETEBALAN INTIMA MEDIA (KIM) ARTERI KAROTIS PADA PASIEN LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK (LES)

    Get PDF
    Latar belakang: Komplikasi dan mortalitas jangka panjang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) berkaitan dengan penyakit vaskular dan aterosklerosis. Aterosklerosis secara klinis didahului dengan perubahan dinding arteri, yang disebut sebagai ketebalan intima media (KIM) dan pembentukan plak. KIM dapat diukur dengan menggunakan B-mode ultrasonography arteri karotis. Aterosklerosis merupakan prosen inflamasi yang dipengaruhi oleh sitokin inflamasi diantaranya TNF-Ī±. Peran TNF-Ī± cukup penting dalam penyakit LES, sehingga perlu dicari korelasi antara kadar TNF-Ī± plasma dengan KIM arteri karotis pasien LES. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya korelasi antara kadar TNF-Ī± plasma dengan KIM arteri karotis pasien LES di RSUP Dr. Kariadi Semarang.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Subyek penelitian sebesar 32 orang, terdiri dari perempuan usia ā‰„18 tahun.Uji statistik dengan menggunakan uji beda t-test tidak berpasangan dan uji korelasi Rank Spearman. Selanjutnya ditentukan cut-of point kadar TNF-Ī± plasma terhadap nilai KIM arteri karotis pasien LES.Hasil: Dari semua subyek penelitian, didapatkan 20 orang (62,50%) mempunyai nilai KIM tebal. Tidak terdapat perbedaan kadar TNF- Ī± plasma pada subjek pasien LES dengan nilai KIM tebal dan tidak tebal (p=0,405, 95%CI -2,34 s.d. .5,64). Tidak didapatkan korelasi bermakna antara kadar TNF-Ī± plasma dengan nilai KIM arteri karotis pasien LES (p=0,075 ; r = -0,319). Subjek dengan kadar TNF-Ī± plasma tinggi, didapatkan nilai KIM yang tebal sebanding dengan subjek dengan kadar TNF-Ī± yang tidak tinggi (31,25% vs 31,25%). Tidak didapatkan nilai cut-of point kadar TNF-Ī± plasma terhadap nilai KIM arteri karotis pasien LES.Simpulan: Tidak terdapat perbedaan kadar TNF-Ī± plasma pada subjek pasien LES dengan nilai KIM tebal dan tidak tebal Tidak didapatkan korelasi bermakna antara kadar TNF-Ī± plasma dengan KIM arteri karotis pasien LES. Tidak didapatkan nilai cut-of point kadar TNF-Ī± plasma terhadap nilai KIM arteri karotis pasien LES

    PERBEDAAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA HIPERTENSI DENGAN DAN TANPA DIABETES MELLITUS

    Get PDF
    Background: Diabetes mellitus is known as a worsening factor for cognitive function by means of vascular and non-vascular mechanisms. Aim: To compare cognitive function between diabetic and non-diabetic subject in elderly hypertensive patients. Method: This research was an observational study using cross sectional design on outpatient of geriatric and internal medicine clinic of RS. Dr. Kariadi Semarang from March until May 2016. Subjects were beyond 60 years old and had hypertension diagnosis on their medical records (n=30). Subjects were divided by 2 groups based on their diabetic status. Hypertension and diabetes mellitus information was obtained from medical record. Cognitive function was measured by Montreal Cognitive Assessment Indonesian version (MoCA-Ina). Data was analyzed using independent T test. Result: All 30 subjects were included (male: 19, female: 11) and their MoCA scores were analyzed. Mean score of non-diabetic group was 23,80Ā±2,27 whereas mean score of diabetic group was 21,80Ā±2,24 and statistically significant (p=0,022). Cognitive domain that was impaired on diabetic group was delayed recall (p=0,009) compared to nondiabetic group. All cognitive domains were better on non-diabetic group compared to diabetic group. Conclusion: Diabetes mellitus is a worsening factor for cognitive function in elderly hypertensive patients, especially for delayed recall domain. Keyword: hypertension, diabetes mellitus, cognitive function, recal
    corecore